Menjelang gelaran Southeast Asia Youth Energy Forum (SAYEF) 2025, Youth for Energy Southeast Asia bersama Society of Renewable Energy (SRE) ITPLN menyelenggarakan pre-event webinar bertajuk “Youth Shaping a Just and Inclusive Urban Energy Future in Southeast Asia”. Kegiatan yang berlangsung secara daring pada pukul 18.30–21.00 WIB ini mempertemukan anak muda dari berbagai kota dan negara di Asia Tenggara untuk berdiskusi mengenai masa depan energi di kawasan perkotaan.
Webinar dipandu oleh Andrea Zhaalika, mahasiswa Teknik Industri sekaligus crew SRE ITPLN. Sepanjang acara, Andrea mengarahkan alur diskusi dengan ringan namun tetap substantif sehingga peserta dapat mengikuti tiap sesi dengan nyaman.
Narasumber Lintas Negara, Perspektif Lintas Disiplin
Acara ini menghadirkan empat narasumber dengan latar belakang lintas negara dan disiplin ilmu:fileciteturn1file0
- Laili Asdiyan Salsabila A – SAYEF Delegate 2023, konsultan energi terbarukan.
- M.A. Mahamud Yeamin – Founder & COO Shishu Ullash Organisation, spesialis isu iklim dan pendidikan.
- Ahraz Javeed Reshi – CleanMax India, berlatar belakang teknik sipil dan kebijakan energi.
- Lien Nguyen – I-ACT Educator 2025.
Keempat narasumber membawakan materi dari sudut pandang yang berbeda, namun saling melengkapi. Laili menyoroti ketimpangan gender dan kelompok rentan dalam akses energi di kota, serta menegaskan bahwa organisasi kepemudaan tak cukup hanya berkampanye di media sosial, tetapi perlu hadir dalam bentuk program pendampingan dan inisiatif energi bersih di komunitas.
Dari sisi regional, Lien mengulas dinamika transisi energi berkeadilan di Asia Tenggara, mulai dari guncangan harga energi, tantangan pendanaan, hingga dinamika pasar karbon. Ia menekankan bahwa upaya dekarbonisasi tidak boleh mengorbankan akses dan keterjangkauan listrik bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan urban.
Melengkapi sudut pandang kebijakan, Ahraz menjelaskan secara singkat bagaimana pajak karbon dan skema perdagangan emisi dapat mendorong penurunan emisi. Namun, ia mengingatkan bahwa desain kebijakan harus sensitif terhadap aspek keadilan sosial agar tidak menambah beban kelompok yang sudah rentan.
Sementara itu, Yeamin mengulas perdebatan mengenai prioritas pengembangan Carbon Capture and Storage / Carbon Capture, Utilisation and Storage (CCS/CCUS) dibanding energi terbarukan. Ia menggarisbawahi risiko terkuncinya sistem energi pada bahan bakar fosil jika kebijakan terlalu bergantung pada teknologi penangkap karbon tanpa mempercepat penetrasi energi bersih.
Diskusi Kelompok: Mengurai Isu Keadilan Energi Urban
Setelah sesi paparan utama dan tanya jawab, peserta dibagi ke dalam beberapa group discussion untuk mendalami tema-tema yang telah dibahas. Di ruang diskusi kecil, peserta saling berbagi pandangan tentang isu keadilan energi, akses dan keterjangkauan listrik di kota, sampai peran pendidikan iklim dalam membentuk kesadaran publik.
Beragam gagasan kreatif muncul dari sesi ini, mulai dari ide program edukasi energi untuk komunitas marginal di kota, kampanye hemat energi di ruang publik, hingga usulan pelibatan pemuda dalam perencanaan kebijakan energi di tingkat lokal. Hasil diskusi kemudian dirangkum kembali di ruang utama dan menunjukkan adanya kepedulian bersama terhadap masa depan lingkungan dan sistem energi yang lebih adil.
- Transisi energi harus berkeadilan dan tidak meninggalkan kelompok rentan di perkotaan.
- Pendidikan iklim perlu dibuat lebih mudah diakses agar bukan hanya jadi wacana kalangan terbatas.
- Pemuda memiliki posisi strategis sebagai penggerak kebijakan dan pelaku aksi nyata di komunitasnya masing-masing.
Melalui webinar ini, SRE ITPLN bersama Youth for Energy Southeast Asia tidak hanya memfasilitasi diskusi lintas negara, tetapi juga memperkuat kapasitas generasi muda untuk terlibat aktif dalam mendorong masa depan energi urban yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.